Audensi UNICEF dan LPP Bone dengan Pengadilan Agama Masamba dalam pencegahan Pernikahan Dibawah Umur dan Nikah Sirri

Posted in Berita

Hits: 610Posted in Berita


Masamba 5 januari 2022.
Pengadilan Agama Masamba kedatangan Tamu dari UNICEF Branch Makassar dan LPP Bone pada hari ini Rabu 5 Januari 2022. Kedatangan Tamu dari UNICEF dan LPP Bone tersebut disambut dan diterima oleh Ketua Pengadilan Agama Masamba ibu Laila Syahidan, S.Ag.,M.H dan dilanjutkan dengan audensi dengan Pejabat Pengadilan Masamba. Dalam  audensi tersebut pihak Unicef diwakili oleh ibu Ayu widhi lestari (Konsultan Perlindungan Anak, UNICEF Indonesia) dan ibu Dra. Andi Ratnawati M,Si  sebagai Direktur LPP Bone beserta stafnya sedangkan dari pihak Pengadilan Agama selain di hadiri langsung oleh ibu ketua, berkenan hadir pula Ibu Wakil Ketua Pengadilan Agama Masamba dan para Para Hakim yang turut dihadiri pula oleh Panitera Pengadilan Agama Masamba.
Audensi yang bernuansa keakraban tersebut berjalan cukup santai namun penuh dengan informasi-informasi yang sangat penting mengenai pencegahan Pernikahan Anak dibawah umur serta Nikah Sirri yang akhir-akhir ini menjadi marak, apalagi setelah terbitnya Undang-Undang baru tentang batas umur minimal bagi seseorang untuk menikah.
Pemerintah RI telah mengeluarkan aturan untuk mencegah pernikahan Dini atau pernikahan anak dibawah umur dalam bentuk Undang-Undang dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang perkawinan yang menetapkan bahwa batas usia minimal pernikahan seorang anak untuk menikah 19 tahun untuk laki-laki dan perempuan, Undang-Undang ini sebagai Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang sebelumnya memberikan batasan umur menikah 19 tahun untuk anak laki-laki dan 16 tahun untuk anak perempuan.
Maraknya pernikahan dini dikalangan masyarakat secara umum dan secara khusus di wilayah Kabupaten Luwu Utara berdasarkan data pengajuan Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama Masamba sebagaimana yang dipaparkan oleh Ketua Pengadilan Agama Masamba tidak lepas dari beberapa faktor : 1). Kehamilan yang tidak dikehendaki, 2). Kondisi Ekonomi orang tua anak, 3). Anak Putus Sekolah sebelum melewati wajib belajar 12 tahun, dan 4). Pemahaman anak dan orang tua anak akan aturan yang diberlakukan oleh pemerintah tentang UU Perkawinan.
Data UNICEF yang disampaikan oleh Ibu Ayu widhi lestari bahwa indeks Pernikahan Dini atau pernikahan Anak dibawah umur di wilayah Kabupaten Luwu Utara menunjukkan trend penurunan kasus, hal ini menjadi hal yang sangat positif sehingga UNICEF tertarik dan datang langsung ke Pengadilan Agama Masamba sebagai penentu akhir boleh tidaknya seorang anak dibawah umur untuk menikah. Pihak Unicef menggali penyebab trend penurunan kasus tersebut serta trik-trik apa yang dilakukan oleh Pengadilan Agama Masamba dalam menekan Pernikahan anak dibawah umur di wilayah hukumnya.
Masyarakat Luwu Utara yang mayoritas beragama Islam sebagaimana halnya dengan warga daerah lain masih memahami bahwa dalam Ajaran Islam seseorang boleh menikah jika sudah baliqh baik itu laki-laki maupun perempuan, berapapun umurnya, atau paling tidak berdasarkan adat kebiasaan setempat, seorang anak boleh dinikahkan jika telah menginjak usia tertentu atau dalam keadaan tertentu.
Pemahaman ini menjadi jurang pemisah antara persepsi masyarkat umum dan aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Padahal kaidah hukum yang mengatakan qodho’ alhakim tarfa’u alkhilaf yang bermakna bahwa putusan pemerintah menghilangkan perbedaan pendapat atau dengan kata lain putusan pemerintah dalam suatu hal itulah yang diberlakukan dan berlaku di seluruh lapisan masyarakat.
Pemerintah dalam melihat mashalahat dan dalam rangka program mensejahterakan serta mencegah hal-hal yang buruk di masyarakat tentu telah terlebih dahulu melakukan kajian yang terukur sebelum mengeluarkan aturan, apalagi aturan itu dalam bentuk Undang-Undang, termasuk Undang-Undang pembatasan minimal usia perkawinan. Namun beberapa peraturan tentang kategori anak dewasa terjadi tumpang tindih, sehingga Mas Fariq, salah seorang hakim Pengadilan Agama Masamba menyarankan agar ada persamaan persepsi dan ketegasan seluruh instansi utamanya Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) yang dalam surat keterangannya terhadap seorang anak yang mengajukan Dispensasi Kawin di Pengadilan Agama memberikan keterangan bahwa anak 17 tahun keatas tidak dikategorikan anak. Nashihatun Aminah juga menyampaikan bahwa sebenarnya sebelum mendapatkan surat keterangan dari DP3A, anak yang dimohonkan Dispensasi Kawin telah diberikan konseling, dan akan diberikan lagi setelah adanya putusan dari Pengadilan Agama jika permohonannya diKabulkan, “dan ini harus ditindak lanjuti oleh Puspaga, jemput bola, Puspaga harus mendatangi anak tersebut pasca putusan Kabul Pengadilan Agama untuk memberikan Konseling”, hakim cantik itu memberikan penegasan.
Hakim-hakim Pengadilan Agama Masamba dalam memeriksa Perkara Permohonan Dispensasi kawin masing-masing mempunyai trik atau jurus-jurus tertentu dalam menekan dan mencegah terjadinya pernikahan anak dibawah umur, salah satunya yang disampaikan oleh Muh. Hasyim bahwa sebelum memeriksa perkara terlebih dahulu memberikan pemahaman kepada anak yang dimohonkan Dispensasi Kawin, orang tua calon mempelai wanita dan pria serta para saksi yang dihadirkan dipersidangan tentang peraturan pernikahan serta semua dampak yang timbul pasca pernikahan.
Audensi ini memberikan pencerahan bagi semua pihak yang hadir, terlihat dari antusiasme semua pihak yang hadir dalam memberikan pendapat dan pandangannya serta saran untuk mencegah dan menghindari atau paling tidak mengurangi terjadinya pernikahan dibawah umur.
Pernikahan Sirri biasanya menjadi peristiwa penyerta sebagai akibat dari pernikahan dibawah umur, karena anak yang dibawah umur jelas tidak akan dinikahkan oleh pihak Kantor Urusan Agama untuk dinikahkan dan diberi buku nikah, dan bagi masyarakat melangsungkan pernikahan tanpa terlebih dahulu mengajukan permohonan Dispensasi Kawin anaknya akan menikahkan anaknya tanpa dicatatkan oleh Kantor Urusan Agama.
Dalam closing statementnya, Ketua Pengadilan Agama Masamba memberikan saran dan rekomendasi kepada semua stakeholder bahwa untuk mencegah terjadinya pernikahan anak dibawah umur dan pernikahan sirri dikalangan masyarakat luas perlu adanya beberapa tindakan efektif yang harus dilakukan seperti:
  1. Bahwa harus Ada sanksi bagi pelaku nikah sirri, baik itu pengantin yang menikah sirri, yang menikahkannya maupun orang tua yang menikahkan anaknya secara sirri.
  2. Bahwa dibutuhkan setidaknya Perda sebagai landasan yuridis pelarangan nikah sirri dan pernikahan anak dibawah umur yang memuat aturan serta sanksi-sanksi yang efektif.
  3. Kepedulian pihak pemerintah dalam hal ini Pemda hingga jajarannya yang paling bawah ditingkat Desa untuk memberikan penyuluhan dan pemahaman hukum tentang aturan pelarangan nikah sirri dan pernikahan anak dibawah umur.

KOMDANAS
pa-masamba.go.id